Pengertian dan budaya maritim
Sebelum masuk lebih dalam untuk membahas tentang kerajaan maritim pada masa hindu-buddha di nusantara, kita akan menelusuri terlebih dahulu apa itu marim dan seperti apa budaya maritim itu. Secara asal usul kata (etimologi) kata maritim berasal dari bahasa latin yaitu maritimus yang berarti laut. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia maritim memiliki arti “berkenaan dengan laut, berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Jadi kesimpulannya maritim ialah sesuatu yang berkaitan dengan lautan.
Sebelum muncul kerajaan pada abad ke 5 (kerajaan kutai) peradaban bangsa indonesia telah mengenal pelayaran lautan dengan perahu khasnya yaitu perahu bercadik. Para penutur bahasa austronesia (masyarakat pra aksara nusantara) sejak dulu memang terkenal dengan kemampuan berlayarnya. Kemampuan berlayar bangsa indonesia sudah dikenal dari nenek moyang kita (penutur austronesia) ketika masih berada di yunan. Namun perkembangan teknologi yang mereka pakai semakin berkembang saat mereka berada di kepulauan nusantara. Nenek moyang kita (penutur autronesia) mampu berlayar dengan jarak pelayaran yang jauh dan mampu mengarungi lautan lepas. Fakta ini berarti membenarkan sebuah lagu yang yang tidak asing di telinga kita berjudul “nenek moyang ku seorang pelaut”
Kemampuan nenek moyang kita dalam mengarungi lautan lepas dan menempuh jaraka jauh tidak mungkin akan terjadi tanpa pengetahuan tentang navigasi, pembuatan kapal, arus laut, dan angin yang menjadi pedoman pelayaran
Kerajaan Maritim Nusantara Masa Hindu-Buddha
Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah kerajaan penganut agama buddha mahayana dan berdiri pada abad ke VII di Sumatra. Sriwijaya merupakan salah satu kemaharajaan bahari (maritim) yang pernah berdiri di nusantara yang jangkauan kekuasaanya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa dan pesisir barat kalimantan. Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang seperti yang tertulis dalam Prasasti kedukan bukit yang berangka tahun 605 Saka/685 M.
Masyarakat Sriwiijaya memang dikenal sebagai masyarakat yang dekat dengan kehidupan sungai dan laut. Fakta ini dijelaskan dalam berita china kronik chu-fan-chi yang berasal pada abad XIV yang menyatakan “ibukota sriwijaya terletak di tepi air, rakyatnya terpencar di luar kota atau tinggal diatas rakit-rakit yang beratapkan daun alang-alang. Jika Raja Sriwijaya keluar, ia menggunakan perahu dengan dilindungi payung dari kain sutra dan iringan tentaranya yang membawa tombak emas. Tentaranya sangat pandai dan tangkas dalam peperangan baik di darat maupun di lautan”.
N.J Kroom menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi Sriwijaya berkembang dengan cepat yaitu sebagai berikut
- Letak geografis pelabuhannya sangat cocok sebagai tempat persinggahan dari kapal-kapal dagang terutama yang datang dari tiongkok dan india
- Pelabuhan ini menjadi pusat perdagangan barter yang dilakukan oleh para pedagang dari india dan tiongkok
- Menjadi pusat perdagangan dari barang-barang lokal yang akan dikirim ke tiongkok dan india
- Pada masa itu sriwijaya terutama selat malaka menjadi selat terpadat dan menjadi jalur perdagangan dari india ke china maupun china ke india
Sriwijaya merupakan kerajaan besar bahkan ada yang menyebutkan nusantara ke satu karena kekuasaannya yang luas. Dibawah ini akan dijelaskan secara detail dari berbagai sisi kehidupan yaitu sebagai berikut
Struktur Pemerintahan Sriwijaya
Pemerintahan tertinggi kerajaan Sriwijaya berada di tangan raja. namun untuk mengurusi kerajaan yang begitu luas diawah raja terdapat pejabat (setara gubernur sekarang) yang memimpin wilayah-wilayah tertentu. Menurut Prasati Telaga Batu menjelasakan bahwa pemerintahan kerajaan sriwijaya dibagi menjadi beberapa mandala (sekarang jabatan ini setara dengan gubernur ). Setiap mandala dipimpin seseorang yang disebut “Datu”. Seseorang yang menjadi datu berasal dari putra-putri raja atau kerabat dekat raja. dalam menjalankan tugas nya Datu mempunyai bawahan yaitu Ketua Hulubalang yang bertanggung jawab dalam ketentaraan. Ketua Hulubalang ini mempunyai gelar parvvanda.
Selain pemerintahan keturunan putra raja juga mempunyai tingkatan-tingkatan. Tingkatan putra raja yang paling utama adalah yuvaraja yang memiliki peran sebagai putra mahkota (calon penerus tahta kerajaan). Tingkatan dibawahnya adalah pratiyuvaraja yang dapat naik menjadi raja apabila tingkatan diatasnya meninggal dunia atau berhalangan. Tingkatan dibawahnya lagi adalah rajakumara bisa menjadi raja jika 2 tingkatan diatasnya berhalangan dan meninggal dunia. Tingkatan yang keempat atau terakhir yaitu rajaputra tidak berhak menuntut tahta karena mereka anak raja dari istri selir.
Kehidupan Keagamaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah kerajaan maritim dan menjadi pusat penyebaran agama buddha dan pengajaran bahasa sansekerta. Karena inilah sriwijaya dikenal di mancanegara dan membuat sriwijaya banyak dikunjungi para biksu dari manca negara. Bahkan pendeta china bernama i-tsing yang sempat belajar di nalanda, india singgah di sriwijaya untuk menerjemahkan kitab-kitab budha kedalam bahasa china. Agama Buddha yang berkembang pada kerajaan sriwijaya adalah agama buddha mahayana bahkan agama mahayana berkembang menjadi agama kerajaan. Meskipun agama buddha mahayana menjadi agama kerajaan. Kerajan mempunyai nilai toleransi keberagaman yang tinggi hal itu dibuktikan dengan adanya kelompok agama lain seperti, Hindu, Tantris dan Islam yang ada dalam wilayah kerajaan Sriwijaya.
Mata Pencaharian Masyarakat Sriwijaya
Pada pembahasan kali ini kita akan membahas berbagai mata pencaharian yang dilakukan pada masa kerajaan sriwijaya. Mata pencaharian utama masyarakat kerajaan sriwijaya adalah perdagangan. Selain itu terdapat juga kelompok masyarakat yang mempunyai keahlian dalam satu bidang seperti Vasikarama (pande besi), Kayastha (juru tulis), pemahat, puhavam (nahkoda kapal), Vaniyaga (pedagang), sthapataka (arsitek)
Keruntuhnya Sriwijaya
Meskipun sriwijaya sebagai kerajaan telah mapan dalam politik, sosial-budaya dan ekonomi perjalanan sriwijaya tanpa hambatan. Bahkan hambatan-hambatan yang menghadap sriwijaya menjadi salah satu faktor runtuhnya kerajaan sriwijaya yang telah mapan dari berbagai sisi. Dibawah ini ada beberapa penyebab runtuhnya kerajaan sriwijaya
- Serangan kerajaan medang kamulan dibawah raja Dharmawangsa Teguh pada tahun 990 M. Meskipun serangan ini tidak berhasil namun melemahkan kekuatan pasukan Sriwijaya
- Negara-negara yang pernah di taklukkan seperti Ligor, Tanah Genting Kra, Kelantan, Pahang, Jambi, dan Sunda satu persatu melepaskan diri dari kekuasaan sriwijaya. Hal ini berdampak pada melemahnya kekuatan ekonomi sriwijaya
- Terdesak kerajaan Thailand yang meluaskan diri hingga ke semenanjung Malaya
- Serangan Majapahit pada tahun 1477 M dan berhasil menaklukkan sriwijaya setelah itu berakhirlah kekuasaan sriwijaya