Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

BAB II IMAN KEPADA ALLAH

 

BAB  I          

IMAN KEPADA PENCIPTA ALAM SEMESTA 


 

MEMBUKA HATI NURANI

Cermati wacana dan gambar berikut! Beragam cara ditempuh oleh manusia untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yaitu Allah Swt. Cara tersebut ada yang melalui jalan merenung atau ber-tafakkur atau berżikir. Ada pula seseorang menjadi dekat dengan Allah Swt. yang disebabkan oleh musibah yang menimpanya. Demikianlah Allah Swt. membuka cara atau jalan bagi manusia yang ingin dekat dengan-Nya. Sebagai orang yang beriman, tentu saja kita harus mampu menempuh cara apa pun agar dekat dengan Allah Swt.

 

Kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya tentu saja akan mengantarkannya mendapatkan berbagai fasilitas hidup, yaitu kesenangan dan kenikmatan yang tiada tara. Bukankah seorang anak yang dekat dengan orang tuanya atau seorang pegawai bawahan dengan bosnya akan memberikan peluang atas segala kemudahan yang akan dicapainya.

 

Jalan lain utuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. adalah melalui żikir. Żikir artinya mengingat Allah Swt. dengan menyebut dan memuji nama-Nya. Syarat yang sangat fundamental yang diperlukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. melalui żikir adalah kemampuan dalam menguasai nafsu. Selanjutnya menyebut nama

 

Allah Swt. (al-Asmā’u al-¦usnā) berulang-ulang di dalam hati dengan menghadirkan rasa rendah hati (tawa««u’) yang disertai rasa takut karena merasakan keagungan-Nya. Żikir dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Berżikir pun tidak perlu menghitung berapa jumlah bilangan yang harus diżikirkan, yang penting adalah żikir harus benar-benar menghujam di dalam kalbu.

 

Selain melalui żikir, mendekatkan diri kepada Allah Swt. dapat pula dilakukan melalui perbuatan atau amaliah sehari-hari, yaitu dengan selalu meniatkan bahwa yang kita lakukan adalah semata-mata hanya karena taat mematuhi aturan main-Nya. Misalnya, kita berbuat baik kepada tetangga bukan karena ia baik kepada kita, tetapi semata-mata karena Allah Swt. menyuruh kita untuk berbuat demikian. Kita bersedekah bukan karena kasihan, tetapi semata-mata karena Allah Swt. memerintahkan kita untuk mengeluarkan sedekah membantu meringankan beban orang yang sedang dalam kesulitan. Hal ini mestinya dapat kita lakukan karena bukankah pada waktu kecil dulu kita mampu patuh melaksanakan perintah dan nasihat orang tua? Mengapa sekarang kita tidak sanggup patuh pada perintah-perintah Allah Swt? Jika śalat dapat kita kerjakan karena semata-mata taat mematuhi perintah Allah Swt., rasanya mustahil bila kita tidak dapat bersikap demikian pada perbuatan-perbuatan lainnya!Aktivitas

 

Kamu tentu pernah mengalami sakit atau musibah baik ringan atau berat. Ceritakan pengalamanmu tersebut, kemudian bagaimana cara kamu menyikapi kehadiran Allah saat itu? Apakah Allah akan hadir dengan pertolongan-Nya, ataukah Allah akan membiarkanmu dalam kesusahan?

 

 

MENCERMATI i Sekitar Kita

 Manusia adalah makhluk yang sering lupa dan sering berbuat kesalahan. “Al-

 

Ins±nu ma¥allul kha¯ā wa an-nisyan.” Demikian bunyi sebuah hadis yang artinya, “manusia itu tempatnya salah dan lupa.” Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda, “Kullu Ban³ ²dama kha¯±un wa khairul kha¯± at-t±ibµna.” (Setiap keturunan Adam as. pasti melakukan kesalahan, dan orang yang baik adalah yang kembali dari kesalahan/dosa).

 

Berdasarkan kedua hadis tersebut, manusia memiliki sifat dan karakter yang sering berbuat kesalahan dan lupa. Artinya, tidak ada seorang pun yang terbebas dari kesalahan dan lupa. Namun demikian, tidaklah benar jika dikatakan bahwa tidak mengapa seseorang melakukan kesalahan dengan dalih bahwa hal tersebut merupakan sifat manusia.

 

Sebagai seorang yang beriman, kita dituntut untuk selalu melakukan refleksi dan perenungan terhadap apa yang telah kita perbuat. Ketika seseorang terlanjur melakukan kesalahan, bersegeralah ia untuk kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Demikian pula sifat lupa, ia kadang menjadi sebuah nikmat dan juga bencana. Lupa bisa menjadi nikmat manakala seseorang terlupa dengan kejadian sedih yang pernah menimpanya. Dapat dibayangkan, betapa sengsaranya jika seseorang tidak dapat melupakan kisah sedih yang pernah dialaminya! Lupa juga dapat menjadi bencana, yaitu ketika dengan lupa tersebut mengakibatkan kecerobohan dan kerusakan. Banyak di antara manusia karena lupa melakukan sesuatu mengakibatkan ia melakukan kesalahan yang dapat merugikan dirinya dan orang lain.

 

 

Aktivitas

 

Kemukakan kesalahan apa saja yang sering kamu lakukan, kemudian bagaimana upaya kamu agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi! Kemukakan sebanyak-banyaknya dengan sebenarnya!

 

 

MEMPERDALAM PENGETAHUAN 

 

A. Memahami Makna al-Asmā’u al-¦usnā: al-Kar³m, al-Mu’m³n, al-Wak³l, al-Mat³n, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir. 

1.    Pengertian al-Asmā’u al-¦usnā

   Al-Asmā’u al-¦usnā terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang berarti nama-

 nama, dan ¥usna yang berarti baik atau indah. Jadi, al-Asmā’u al- ¦usnā dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh

 Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata al-Asmā’u al-¦usnā diambil dari ayat al-Qur’ān Q.S. °āhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki al-Asmā’u al-¦usnā (nama-nama baik)“.

  

2.    Dalil tentang al-Asmā’u al-¦usnā

 

a. Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180

 

وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ 

وَذَرُوا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْٓ اَسْمَاۤىِٕهٖۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۖ

 

 

Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al A’rāf/7:180)

 

Dalam ayat lain dijelaskan bahwa al-Asmā’u al-¦usnā merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya.

 

Berdoa dengan menyebut al-Asmā’u al-¦usnā sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.

 

b.        Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

 

  

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (H.R. Bukhari)

 

 

Berdasarkan hadis di atas, menghafalkan al-Asmā’u al- ¦usnā akan mengantarkan orang yang melakukannya masuk ke dalam surga Allah Swt. Apakah hanya dengan menghafalkannya saja seseorang akan dengan mudah masuk ke dalam surga? Jawabnya, tentu saja tidak, bahwa

 menghafalkan al-Asmā’u al-¦usnā harus juga diiringi dengan menjaganya, baik menjaga hafalannya dengan terus-menerus menżikirkannya, maupun menjaganya dengan menghindari perilaku-perilaku yang bertentangan dengan sifat-sifat Allah Swt. dalam al-Asmā’u al-¦usnā tersebut.

   

KEGIATAN SISWA

Untuk memperkuat penjelasan di atas, carilah dalil lain baik ayat al-Qur’ān maupun Hadis tentang al-Asmā’u al-¦usnā!


 

B. Memahami makna al-Asmā’u al-¦usnā: al-Kar³m, al-Mu’m³n, al-Wak³l, al-Mat³n, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir. Mari pelajari dan pahami satu-persatu asmā’ul husna tersebut!


 

 

1.    Al-Karim

 

Secara bahasa, al-Kar³m mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan atau Yang Maha Pemurah. Secara istilah, al-Kar³m diartikan bahwa Allah Swt. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua makhluk-Nya. Dapat pula dimaknai sebagai Zat yang sangat banyak memiliki kebaikan, Maha Pemurah, Pemberi Nikmat dan keutamaan, baik ketika diminta maupun tidak. Hal tersebut sesuai dengan firman-Nya:

 

 

 

 

Artinya: “Hai manusia apakah yang telah memperdayakanmu terhadap Tuhan Yang Maha Pemurah?” (Q.S. al-Infi¯ār:6)

 

 

Al-Kar³m dimaknai Maha Pemberi karena Allah Swt. senantiasa memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya. Manusia tidak boleh berputus asa dari kedermawanan Allah Swt. jika miskin dalam harta, karena kedermawanan-Nya tidak hanya dari harta yang dititipkan melainkan meliputi segala hal. Manusia yang berharta dan dermawan hendaklah tidak sombong jika telah memiliki sifat dermawan karena Allah Swt. tidak menyukai kesombongan. Dengan demikian, bagi orang yang diberikan harta melimpah maupun tidak dianugerahi harta oleh Allah Swt., keduanya harus bersyukur kepada-Nya karena orang yang miskin pun telah diberikan nikmat selain harta.

 

Al-Kar³m juga dimaknai Yang Maha Pemberi Maaf karena Allah Swt. memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban kepada Allah Swt., kemudian hamba itu mau bertaubat kepada Allah Swt. Bagi hamba yang berdosa, Allah Swt. adalah Yang Maha Pengampun. Dia akan mengampuni seberapa pun besar dosa hamba-Nya selama ia tidak meragukan kasih sayang dan kemurahan-Nya.

 

Menurut imam al-Gazali, al-Kar³m adalah Dia yang apabila berjanji, menepati janjinya, bila memberi, melampaui batas harapan, tidak peduli berapa dan kepada siapa Dia memberi dan tidak rela bila ada kebutuhan dia memohon kepada selain-Nya, meminta pada orang lain. Dia yang bila kecil hati menegur tanpa berlebih, tidak mengabaikan siapa yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana atau perantara.

 

2.    Al-Mu'min

 

Al-Mu’m³n secara bahasa berasal dari kata amina yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Allah Swt. al-Mu’m³n artinya Dia Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Dengan begitu, hati manusia menjadi tenang. Kehidupan ini penuh dengan berbagai permasalahan, tantangan, dan cobaan. Jika bukan karena Allah Swt. yang memberikan rasa aman dalam hati, niscaya kita akan senantiasa gelisah, takut, dan cemas. Perhatikan firman Allah Swt. berikut!

 

 


  Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (Q.S. al-An’ām/6:82)

 

Ketika kita akan menyeru dan berdoa kepada Allah Swt. dengan nama-Nya al-Mu’m³n, berarti kita memohon diberikan keamanan, dihindarkan dari fitnah, bencana dan siksa. Karena Dialah Yang Maha Memberikan keamanan, Dia yang Maha Pengaman. Dalam nama al-Mu’m³n terdapat kekuatan yang dahsyat dan luar biasa. Ada pertolongan dan perlindungan, ada jaminan (insurense), dan ada bala bantuan.

 Berżikir dengan nama Allah Swt. al-Mu’m³n di samping me-numbuhkan dan memperkuat keyakinan dan keimanan kita, bahwa keamanan dan rasa aman yang dirasakan manusia sebagai makhluk adalah suatu rahmat dan karunia yang diberikan dari sisi Allah Swt. Sebagai al-Mu’m³n, yaitu Tuhan Yang Maha Pemberi Rasa Aman juga terkandung pengertian bahwa sebagai hamba yang beriman, seorang mukmin dituntut mampu menjadi bagian dari pertumbuhan dan perkembangan rasa aman terhadap lingkungannya.

Berżikir dengan nama Allah Swt. al-Mu’m³n di samping me-numbuhkan dan memperkuat keyakinan dan keimanan kita, bahwa keamanan dan rasa aman yang dirasakan manusia sebagai makhluk adalah suatu rahmat dan karunia yang diberikan dari sisi Allah Swt. Sebagai al-Mu’m³n, yaitu Tuhan Yang Maha Pemberi Rasa Aman juga terkandung pengertian bahwa sebagai hamba yang beriman, seorang mukmin dituntut mampu menjadi bagian dari pertumbuhan dan perkembangan rasa aman terhadap lingkungannya.

 Mengamalkan dan meneladani al-Asmā’u al-¦usnā al-Mu’m³n, artinya bahwa seorang yang beriman harus menjadikan orang yang ada di sekelilingnya aman dari gangguan lidah dan tangannya. Berkaitan dengan itu, Rasulullah saw. bersabda: “Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak beriman. Para sahabat bertanya, ‘Siapa ya Rasulullah saw.?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.’” (H.R. Bukhari dan Muslim).

 

 

3.    Al-WakIL

 

Kata “al-Wak³l” mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-Wak³l (Yang Maha Mewakili atau Pemelihara), yaitu Allah Swt. yang memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Dia menyelesaikan segala sesuatu yang diserahkan hambanya tanpa membiarkan apa pun terbengkalai. Firman-Nya dalam al-Qur’ān:

   

 Artinya: “Allah Swt. pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.” (Q.S. az-Zumar/39:62)

Dengan demikian, orang yang mempercayakan segala urusannya kepada Allah Swt., akan memiliki kepastian bahwa semua akan diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh hamba yang mengetahui bahwa Allah Swt. yang Mahakuasa, Maha Pengasih adalah satu-satunya yang dapat dipercaya oleh para hamba-Nya. Seseorang yang melakukan urusannya dengan sebaik-baiknya dan kemudian akan menyerahkan segala urusan kepada Allah Swt. untuk menentukan karunia-Nya.

Menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah Swt. melahirkan sikap tawakkal. Tawakkal bukan berarti mengabaikan sebab-sebab dari suatu kejadian. Berdiam diri dan tidak peduli terhadap sebab itu dan akibatnya adalah sikap malas. Ketawakkalan dapat diibaratkan dengan menyadari sebab-akibat. Orang harus berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Rasulullah saw. bersabda, “Ikatlah untamu dan bertawakkallah kepada Allah Swt.”

Manusia harus menyadari bahwa semua usahanya adalah sebuah doa yang aktif dan harapan akan adanya pertolongan-Nya. Allah Swt. berfirman yang artinya, “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Swt. Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.“ (Q.S. al-An’ām/6:102) 

Hamba al-Wak³l adalah yang bertawakkal kepada Allah Swt. Ketika hamba tersebut telah melihat “tangan” Allah Swt. dalam sebab-sebab dan alasan segala sesuatu, dia menyerahkan seluruh hidupnya di tangan al-Wak³l.

 4.    Al-MUtin

 

Al-Mat³n artinya Mahakukuh. Allah Swt. adalah Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya. Allah Swt. juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya. Oleh karena itu, sifat al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tidak ada taranya. Dengan begitu, kekukuhan Allah Swt. yang memiliki rahmat dan azab terbukti ketika Allah Swt. memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya. Tidak ada apa pun yang dapat menghalangi rahmat ini untuk tiba kepada sasarannya. Demikian juga tidak ada kekuatan yang dapat mencegah pembalasan-Nya.

 Seseorang yang menemukan kekuatan dan kekukuhan Allah Swt. akan membuatnya menjadi manusia yang tawakkal, memiliki kepercayaan dalam jiwanya dan tidak merasa rendah di hadapan manusia lain. Ia akan selalu merasa rendah di hadapan Allah Swt. Hanya Allah Swt. yang Maha Menilai. Oleh karena itu, Allah Swt. melarang manusia bersikap atau merasa lebih dari saudaranya. Karena hanya Allah Swt. yang Maha Mengetahui baik buruknya seorang hamba. Allah

Swt. juga menganjurkan manusia bersabar. Karena Allah Swt. Mahatahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Kekuatan dan kekukuhan-Nya tidak terhingga dan tidak terbayangkan oleh manusia yang lemah dan tidak memiliki daya upaya. Jadi, karena kekukuhan-Nya, Allah Swt. tidak terkalahkan dan tidak tergoyahkan. Siapakah yang paling kuat dan kukuh selain Allah Swt? Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menundukkan Allah Swt. meskipun seluruh makhluk di bumi ini bekerja sama. Allah Swt. berfirman:

 


Artinya: “Sungguh Allah Swt., Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.” (Q.S. aż-Żāriyāt/51:58)

 

Dengan demikian, akhlak kita terhadap sifat al-Mat ³n adalah dengan beristiqamah (meneguhkan pendirian), beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan menyesatkan, terus berusaha dan tidak putus asa serta bekerja sama dengan orang lain sehingga menjadi lebih kuat.

  

5.    Al-Jāmi’

 Al-Jāmi’ secara bahasa artinya Yang Maha Mengumpulkan/Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan/Menghimpun segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah Swt. Maha Mengumpulkan apa yang dikehendaki-Nya dan di mana pun Allah Swt. berkehendak. 


Penghimpunan ini ada berbagai macam bentuknya, di antaranya adalah mengumpulkan seluruh makhluk yang beraneka ragam, termasuk manusia dan lain-lainnya, di permukaan bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di padang mahsyar pada hari kiamat. Allah Swt. berfirman:

   

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyalahi janji.”(Q.S. Ali Imrān/3:9).

 Allah Swt. akan menghimpun manusia di akhirat kelak sama dengan orang-orang yang satu golongan di dunia. Hal ini bisa dijadikan sebagai barometer, kepada siapa kita berkumpul di dunia itulah yang akan menjadi teman kita di akhirat. Walaupun kita berjauhan secara fisik, akan tetapi hati kita terhimpun, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan mereka. Begitupun sebaliknya walaupun kita berdekatan secara fisik akan tetapi hati kita jauh, maka kita juga tidak akan berkumpul dengan mereka.

Oleh sebab itu, apabila di dunia hati kita terhimpun dengan orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya, di akhirat kelak kita akan berkumpul dengan mereka di dalam neraka. Karena orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya, tempatnya adalah di neraka.

 Begitupun sebaliknya, apabila kecenderungan hati kita terhimpun dengan orang-orang yang beriman, bertakwa dan orang-orang saleh, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan mereka. Karena tidaklah mungkin orang-orang beriman hatinya terhimpun dengan orang-orang kafir dan orang-orang kafir juga tidak mungkin terhimpun dengan orang-orang beriman.

 Allah Swt. juga mengumpulkan di dalam diri seorang hamba ada yang lahir di anggota tubuh dan hakikat batin di dalam hati. Barang siapa yang sempurna ma’rifatnya dan baik tingkah lakunya, maka ia disebut juga sebagai al-Jāmi’. Dikatakan bahwa al-Jāmi’ ialah orang yang tidak padam cahaya ma’rifatnya.

 

6.    Al-‘Adl

Al-‘Adl artinya Mahaadil. Keadilan Allah Swt. bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apa pun dan oleh siapa pun. Keadilan Allah Swt. juga didasari dengan ilmu Allah Swt. yang MahaLuas. Sehingga tidak mungkin keputusan-Nya itu salah. Allah Swt. berfirman:

 

 


  Artinya : “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’ān, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-An’ām/6:115).

 

Al-‘Adl berasal dari kata ‘adala yang berarti lurus dan sama. Orang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan inilah yang menunjukkan orang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. Adil juga dimaknai sebagai penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya.

 

Allah Swt. dinamai al-‘Adl karena keadilan Allah Swt. adalah sempurna. Dengan demikian semua yang diciptakan dan ditentukan oleh Allah Swt. sudah menunjukkan keadilan yang sempurna. Hanya saja, banyak di antara kita yang tidak menyadari atau tidak mampu menangkap keadilan Allah Swt. terhadap apa yang menimpa makhluk-Nya. Karena itu, sebelum menilai sesuatu itu adil atau tidak, kita harus dapat memperhatikan dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus yang akan dinilai. Akal manusia tidak dapat menembus semua dimensi tersebut. Seringkali ketika manusia memandang sesuatu secara sepintas dinilainya buruk, jahat, atau tidak adil, tetapi jika dipandangnya secara luas dan menyeluruh, justru sebaliknya, merupakan suatu keindahan, kebaikan, atau keadilan. Tahi lalat secara sepintas terlihat buruk, namun jika berada di tengah-tengah wajah seseorang dapat terlihat indah. Begitu juga memotong kaki seseorang (amputasi) terlihat kejam, namun ketika dikaitkan dengan penyakit yang mengharuskannya untuk dipotong, hal tersebut merupakan suatu kebaikan. Di situlah makna keadilan yang tidak gampang menilainya. 

Allah Swt. Mahaadil. Dia menempatkan semua manusia pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak ada yang ditinggikan hanya karena keturunan, kekayaan, atau karena jabatan. Dekat jauhnya posisi seseorang dengan Allah Swt. hanya diukur dari seberapa besar mereka berusaha meningkatkan takwanya. Makin tinggi takwa seseorang, makin tinggi pula posisinya, makin mulia dan dimuliakan oleh Allah Swt., begitupun sebaliknya.

Sebagian dari keadilan-Nya, Dia hanya menghukum dan memberi sanksi kepada mereka yang terlibat langsung dalam perbuatan maksiat atau dosa. Istilah dosa turunan, hukum karma, dan lain semisalnya tidak dikenal dalam syari’at Islam. Semua manusia di hadapan Allah Swt. akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri.

 Lebih dari itu, keadilan Allah Swt. selalu disertai dengan sifat kasih sayang. Dia memberi pahala sejak seseorang berniat berbuat baik dan melipatgandakan pahalanya jika kemudian direalisasikan dalam amal perbuatan. Sebaliknya, Dia tidak langsung memberi catatan dosa selagi masih berupa niat berbuat jahat. Sebuah dosa baru dicatat apabila seseorang telah benar-benar berlaku jahat.

  

7.    Al-ĀKHIRU

 

Al-Ākhir artinya Yang Mahaakhir yang tidak ada sesuatu pun setelah Allah Swt. Dia Mahakekal tatkala semua makhluk hancur, Mahakekal dengan kekekalan-Nya. Adapun kekekalan makhluk-Nya adalah kekekalan yang terbatas, seperti halnya kekekalan surga, neraka, dan apa yang ada di dalamnya. Surga adalah makhluk yang Allah Swt. ciptakan dengan ketentuan, kehendak, dan perintah-Nya. Nama ini disebutkan di dalam firman-Nya:

 


 Artinya: “Dialah Yang Awal dan Akhir Yang ¨ahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu “. (Q.S. al-¦ad³d/57:3).

 Allah Swt. berkehendak untuk menetapkan makhluk yang kekal dan yang tidak, namun kekekalan makhluk itu tidak secara zat dan tabi’at. Karena secara tabi’at dan zat, seluruh makhluk ciptaan Allah Swt. adalah fana (tidak kekal). Sifat kekal tidak dimiliki oleh makhluk, kekekalan yang ada hanya sebatas kekal untuk beberapa masa sesuai dengan ketentuan-Nya.

 Orang yang mengesakan al-Ākhir akan menjadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain-Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan segala kesudahan tertuju hanya kepada-Nya. Oleh sebab itu, jadikanlah akhir kesudahan kita hanya kepada-Nya. Karena sungguh akhir kesudahan hanya kepada Rabb kita, seluruh sebab dan tujuan jalan akan berujung ke haribaan-Nya semata.

 Orang yang mengesakan al-Ākhir akan selalu merasa membutuhkan Rabb-nya, ia akan selalu mendasarkan apa yang diperbuatnya kepada apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. untuk hamba-Nya, karena ia mengetahui bahwa Allah Swt. adalah pemilik segala kehendak, hati, dan niat.

 

Aktivitas

 

Kamu tentu telah memahami makna al-Kar³m, al-Mu’m³n, al-Wak³l, al-Matin, al-Jami’, al-‘Adl, dan al-Ākhir. Carilah ayat-ayat al-Qur’ān atau hadis Nabi yang menjelaskan sifat Allah dalam al-Asmā’u al-hussnā: al-Kar³m, al-Mu’'MIN, al-WakILal-Matin, al-Jami’, al-‘Adl, dan al-Ākhir!

 

 mauidho al huma

 

Kisah Nabi Ibrahim as. Mencari Tuhan

 Nabi Ibrahim as. adalah putra Azar. Ia dilahirkan di wilayah Kerajaan Babylonia yang saat itu diperintah oleh Raja Namrud. Namrud adalah raja yang sangat sombong yang mengaku dirinya adalah Tuhan. Raja Namrud juga dikenal sangat kejam kepada siapa saja yang menentang kekuasaannya.

 

Suatu saat ia bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia melihat seorang anak laki-laki yang memasuki kamarnya kemudian mengambil mahkotanya. Maka, ia pun memanggil tukang ramal yang sangat terkenal untuk mengartikan mimpinya tersebut. Tukang ramal mengartikan bahwa anak yang hadir dalam mimpinya tersebut kelak akan meruntuhkan kerajaannya. Mendengar hal tersebut, Namrud murka. Diperintahkannya kepada seluruh tentara kerajaan agar membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan.

 

Azar yang istrinya saat itu sedang mengandung bayi yang kelak adalah Ibrahim begitu khawatir akan keselamatan bayi yang dikandung istrinya tersebut. Ia khawatir bahwa bayi yang ada dalam perut istrinya adalah seorang bayi laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan. Maka, untuk menyelamatkan calon bayinya tersebut, diam-

 

diam ia mengajak istrinya ke dalam sebuah gua yang jauh dari keramaian. Di gua itulah kemudian bayi Ibrahim dilahirkan. Agar tidak diketahui oleh khalayak ramai, Azar dan istrinya meninggalkan Ibrahim yang masih bayi di dalam gua dan sesekali datang untuk melihat keadaannya. Hal itu terus dilakukukan hingga Ibrahim menjadi anak kecil yang tumbuh sehat dan kuat atas izin Allah Swt. Bagaimana Ibrahim dapat hidup di dalam gua, padahal tidak ada makanan dan minuman yang diberikan? Jawabannya karena Allah Swt. menganugerahkan Ibrahim untuk menghisap jari tangannya yang dari situ keluarlah air susu yang sangat baik. Itulah mukjizat pertama yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim as.

 

Lama hidup di dalam gua tentu membuat Ibrahim sangat terbatas pengetahuannya tentang alam sekitar. Maka, di saat terdapat kesempatan untuk keluar dari gua, Ibrahim pun melakukannya. Betapa terkejutnya ia, ternyata alam di luar gua begitu luas dan indah. Di dalam ketakjubannya itu, Ibrahim berpikir bahwa alam yang luas dan indah berikut isinya termasuk manusia, pasti ada yang menciptakannya. Maka, Nabi Ibrahim berjalan untuk mencari Tuhan. Ia mengamati lingkungan sekelilingnya. Namun, ia tidak menemukan sesuatu yang membuatnya kagum dan merasa harus dijadikan Tuhannya.

 

Di siang hari, Ibrahim melihat cerahnya matahari menyinari bumi. Ia berpikir, mungkin matahari adalah tuhan yang ia cari. Tetapi ketika senja datang dan matahari tenggelam di ufuknya, gugurlah keyakinan Ibrahim akan matahari sebagai tuhan. Sampai akhirnya, malam pun datang menjelang. Bintang di langit bermunculan dengan indahnya. Sinarnya berkelap-kelip membuat suasana malam menjadi lebih indah dan cerah. “Apakah ini Tuhan yang aku cari?” Kata Ibrahim dengan gembira. Ditatapnya bintang-bintang itu dengan penuh rasa bangga. Tapi ternyata, ketika malam beranjak pagi, bintang-bintang itu pun beranjak satu per satu. Dengan pandangan kecewa, Nabi Ibrahim melihat satu per satu bintang-bintang itu menghilang. “Aku tidak menyukai Tuhan yang bisa menghilang dan tenggelam karena waktu,” gumamnya dengan perasaan kecewa.

 

Nabi Ibrahim pun mencoba mencari Tuhan yang lain. Memasuki malam berikutnya, bulan pun muncul dan bersinar memancarkan cahayanya yang keemasan. Ia pun menduga, “Inikah Tuhan yang aku cari?” Maka, ketika pagi datang menjelang, bulan pun hilang tanpa alasan. Seperti halnya terhadap matahari dan bintang, Ibrahim pun memastikan bahwa bukanlah matahari, bintang, dan bulan yang menjadi Tuhan untuk disembah, tetapi pasti ada satu kekuatan Yang Mahaperkasa dan Mahaagung yang menggerakkan dan menghidupkan semua yang ada. Ibrahim pun menyimpulkan bahwa Tuhan tidak lain adalah Allah Swt.

 

Ketika keyakinan Nabi Ibrahim as. kepada Allah Swt. betul-betul merasuki jiwanya, mulailah ia mengajak orang-orang di sekitarnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tiada memiliki kekuatan apa pun. Dan tidak pula memberi manfaat. Orang pertama yang ia ajak untuk hanya menyembah Allah Swt. adalah Azar, ayahnya yang berprofesi sebagai pembuat patung untuk disembah. Mendengar ajakan Ibrahim, Azar marah karena apa yang dilakukannya semata-mata

 

apa yang sudah dilakukan oleh nenek moyangnya dahulu. Azar meminta Ibrahim untuk tidak menghina dan melecehkan berhala yang seharusnya ia sembah. “Wahai saudaraku! Patung-patung itu hanyalah buatan manusia yang tidak dapat bergerak dan tidak memberi manfaat sedikitpun. Mengapa kalian sembah dengan memohon kepadanya?” Demikian ajakan Ibrahim kepada umatnya. Akan tetapi, kaumnya tidak mau mendengarkan dan mengikuti ajakan Nabi Ibrahim as., bahkan mereka mencemooh dan memaki Ibrahim.

 

Menyadari bahwa ajakannya untuk menyembah hanya kepada Allah Swt. tidak mendapatkan respons dari umatnya, Nabi Ibrahim as. mengatur cara bagaimana melakukan dakwah secara cerdas dan lebih efektif. Maka, tatkala seluruh penduduk negeri termasuk Raja Namrud pergi untuk berburu, Nabi Ibrahim masuk ke dalam kuil penyembahan berhala kemudian menghancurkan semua berhala yang ada dengan sebuah kapak besar yang telah disiapkan. Semua berhala hancur kecuali berhala yang paling besar yang ia sisakan. Pada berhala besar itu, ia gantungkan kapak di lehernya.

 Sekembalinya dari perburuan, semua penduduk negeri termasuk Namrud, terkejut luar biasa. Mereka dengan sangat marah mencari tahu siapa yang berani melakukan perbuatan tersebut. Mengetahui bahwa Ibrahimlah satu-satunya lelaki yang tidak ikut serta dalam perburuan, Raja memerintahkan semua tentara untuk memanggil dan menangkap Ibrahim untuk dihadapkan kepada dirinya. Sesampainya di hadapan Raja Namrud, Ibrahim berdiri dengan tegak dan penuh percaya diri.

 “Hai Ibrahim, apakah kamu yang menghancurkan berhala-berhala itu?” tanya Raja Namrud.

 “Tidak, saya tidak melakukannya,” jawab Ibrahim as.

 “Jangan mengelak, wahai Ibrahim, bukankah kamu satu-satunya orang yang berada di negeri saat semuanya pergi berburu?” sergah Raja Namrud.

 “Sekali lagi tidak! Bukan aku yang melakukannya, tapi berhala besar itu yang melakukannya,” jawab Ibrahim as. dengan tenang.

 Mendengar pernyataan Nabi Ibrahim, Raja Namrud marah seraya berkata, “Mana mungkin berhala yang tidak dapat bergerak engkau tuduh sebagai penghancur berhala lainnya?”

 Mendengar pertanyaan Raja Namrud, Ibrahim as. tersenyum kemudian berkata, “Sekarang Anda tahu dan Anda yang mengatakannya sendiri bahwa berhala-berhala itu tidak dapat bergerak dan memberikan bantuan apa-apa. Lalu, mengapa Anda sembah ia?”

 Mendengar jawaban Ibrahim as. yang tidak disangka-sangka, Namrud sebetulnya menyadari hal tersebut. Namun, karena kebodohan dan kesombongannya, ia tetap saja tidak memedulikan argumentasi Ibrahim as. Ia kemudian memerintahkan semua tentaranya untuk membakar Ibrahim hidup-hidup sebagai hukuman atas perlakuannya kepada berhala-berhala yang mereka sembah.

  

Setelah semua persiapan untuk membakar Ibrahim as. telah lengkap, dilemparkanlah ia ke dalam api yang berkobar sangat besar dan panas. Apa yang terjadi kemudian? Allah Swt. menunjukkan kemahakuasaan-Nya dengan meminta api agar dingin untuk menyelamatkan Ibrahim as. Maka, api pun dingin sehingga tidak sedikit pun Ibrahim as. terluka karenanya. Itulah mu’jizat terbesar yang diterima oleh Nabi Ibrahim, yaitu tidak terluka saat dibakar dengan api yang sangat panas.

 

  

Aktivitas 

 Dari kisah Nabi Ibrahim as. di atas, banyak pelajaran yang kita ambil. Kemukakan apa saja hikmah yang terkandung di dalamnya! Realisasikan keimananmu kepada Allah Swt. dalam kehidupan sehari-hari!

  

aplikasi  Perilaku Mulia

 

1. Setelah mempelajari keimanan kepada Allah Swt. melalui sifat-sifatnya dalam

 al-Asmā’u al- ¦usnā, sebagai orang yang beriman, kita wajib merealisaikannya agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Perilaku yang mencerminkan sikap memahami al-Asmā’u al-¦usnā, tergambar dalam aktivitas sebagai berikut. 1. Menjadi orang yang dermawan

Sifat dermawan adalah sifat Allah Swt. al-Kar³m (Maha Pemurah) sehingga sebagai wujud keimanan tersebut, kita harus menjadi orang yang pandai membagi kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk harta atau bukan. Wujud kedermawanan tersebut misalnya seperti berikut.

a.  Selalu menyisihkan uang jajan untuk kotak amal setiap hari Jum’at yang diedarkan oleh petugas Rohis.

b.    Membantu teman yang sedang dalam kesulitan.

c.     Menjamu tamu yang datang ke rumah sesuai dengan kemampuan.

 2. Menjadi orang yang jujur dan dapat memberikan rasa aman

Wujud dari meneladani sifat Allah Swt al-Mu’m³n adalah seperti berikut.

a.    Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau ketakutan.

b.    Menyingkirkan duri, paku, atau benda lain yang ada di jalan yang dapat membahayakan pengguna jalan.

c.     Membantu orang tua atau anak-anak yang akan menyeberangi jalam raya.

 

3. Senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt.

Wujud dari meneladani sifat Allah Swt. al-Wak³l dapat berupa hal-hal berikut.

 a.    Menjadi pribadi yang mandiri, melakukan pekerjaan tanpa harus merepotkan orang lain.

b.    Bekerja/belajar dengan sunguh-sungguh karena Allah Swt. tidak akan mengubah nasib seseorang yang tidak mau berusaha.

 

4. Menjadi pribadi yang kuat dan teguh pendirian

Perwujudan meneladani dari sifat Allah Swt. al-Mat³n dapat berupa hal-hal berikut.

 a.    Tidak mudah terpengaruh oleh rayuan atau ajakan orang lain untuk melakukan perbuatan tercela.

b.    Kuat dan sabar dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan yang dihadapi.

 5.    Berkarakter pemimpin

Pewujudan meneladani sifat Allah Swt. al-Jāmi’ di antaranya seperti berikut.

a.    Mempersatukan orang-orang yang sedang berselisih.

b.    Rajin melaksanakan śalat bejama’ah.

c.     Hidup bermasyarakat agar dapat memberikan manfaat kepada orang lain

 6. Berlaku adil

Perwujudan meneladani sifat Allah Swt. al-‘Adl misalnya seperti berikut.

a.    Tidak memihak atau membela orang yang bersalah, meskipun ia saudara atau teman kita.

b.    Menjaga diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar dari kezaliman.

 7. Menjadi orang yang bertakwa

Meneladani sifat Allah Swt. al-Ākhir adalah dengan cara seperti berikut.

a.    Selalu melaksanakan perintah Allah Swt. seperti: śalat lima waktu, patuh dan hormat kepada orang tua dan guru, puasa, dan kewajiban lainnya.

b.    Meninggalkan dan menjauhi semua larangan Allah Swt. seperti: mencuri, minum-minuman keras, berjudi, pergaulan bebas, melawan orang tua, dan larangan lainnya.

 

KEGIATAN SISWA

 Melalui pengamatan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, atau mayarakat, sebutkan

 perilaku yang mencerminkan mengimani dan meneladani sifat Allah Swt dalam Asmāul Husna: al-Kar³m, al-Mu'MIN, al-WakIL, al-Mat³n, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al- Ākhir (masing-masing satu contoh dan boleh lebih)!

 

 Kesimpulan

 1.      Al-Asmā’u al-¦usnā artinya adalah nama-nama yang baik dan indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Nama-nama Allah Swt. yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan keagungan-Nya.   

2.      Dalam al-Asmā’u al-¦usnā terdapat sifat-sifat Allah Swt. yang wajib dipercayai kebenarannya dan dijadikan petunjuk jalan oleh orang yang beriman dalam bersikap dan berperilaku.

3.      Orang yang beriman akan menjadikan tujuh sifat Allah Swt. dalam al-Asmā’u al-¦usnā sebagai pedoman hidupnya, dengan berperilaku: adil, pemaaf, bijaksana, menjadi pemimpin yang baik, selalu berintrospeksi diri, berbuat baik dan berkasih sayang, bertakwa, menjaga kesucian, menjaga keselamatan diri, berusaha menjadi orang yang terpercaya, memberikan rasa aman pada orang lain, suka bersedekah, dan sebagainya.

4.      Al-Kar³m mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Mahadermawan atau Yang

Maha Pemurah. Allah Mahamulia di atas segala-galanya, sehingga apabila seluruh makhluk-Nya tidak ada satu pun yang taat kepada-Nya, tidak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan-Nya.

5.      al-Mu’m³n dapat dimaknai Allah sebagai Maha Pemberi rasa aman bagi makhluk ciptaan-Nya dari perbuatan §alim.

Allah adalah sumber rasa aman dan keamanan dengan menjelaskan sebab-sebabnya.

6.      Al-Wak³l mempunyai arti Yang Maha Pemelihara atau Yang Maha Terpercaya.

Allah memelihara dan menyelesaikan segala urusan yang diserahkan oleh hamba kepada-Nya tanpa membiarkan apa pun terbengkalai.

7.      Al-Mat³n berarti bahwa Allah Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya, tidak akan Allah melemahkan suatu sifat-Nya. Allah juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya. 

8.      Al-Jāmi’ berarti Allah Maha Mengumpulkan dan mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Kemampuan Allah SWT tersebut tentu tidak terbatas sehingga Allah mampu mengumpulkan segala sesuatu, baik yang serupa maupun yang berbeda, yang nyata maupun yang gaib, yang terjangkau oleh manusia maupun yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, dan lain sebagainya.

9.      Al-Adl berarti Mahaadil. Keadilan Allah SWT bersifat mutlak, tidak dipengaruhi apa pun dan siapa pun. Allah Mahaadil karena Allah selalu menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya, sesuai dengan keadilan-Nya yang Mahasempurna.

10.  Al-Ākhir berarti ©at Yang Mahaakhir. Mahaakhir di sini dapat diartikan bahwa Allah Swt. adalah ©at yang paling kekal. Tidak ada sesuatu pun setelah-Nya.Tatkala semua makhluk, bumi seisinya hancur lebur, Allah Swt. tetap ada dan kekal.

 

Uji pemahaman materi

 A.   Uji Pemahaman

 1.    Bagaimana cara kita untuk meneladani al-Asmā’u al-¦usnā al-Kar³m?

 2.    Jelaskan manfaat dari meneladani al-Asmā’u al-¦usnā al-Wak³l!

 3.    Bagaimana cara kita untuk meneladani al-Asmā’u al-¦usnā al-Adl!

 4.    Bagaimana strategi kita untuk dapat meneladani al-Asmā’u al-¦usnā al-Mat³n?

 5.    Jelaskan manfaat dari meneladani al-Asmā’u al-¦usnā al-Ākhir!

 

 


Posting Komentar untuk "BAB II IMAN KEPADA ALLAH "